Ketika Epilog Menjadi Antiklimaks: Anime dengan Final yang Mengecewakan
Anime telah lama menjadi mercusuar penceritaan, menawarkan petualangan epik, drama yang menyayat hati, dan karakter yang tak terlupakan. Dari fiksi ilmiah futuristik hingga fantasi magis, medium ini memiliki kemampuan unik untuk memikat penonton dan membangun dunia yang terasa hidup dan bernafas. Namun, seiring dengan setiap perjalanan yang mendebarkan, ada satu elemen krusial yang dapat menentukan warisan sebuah serial: finalnya.
Sebuah akhir yang memuaskan adalah puncak dari berjam-jam investasi emosional, plot yang kompleks, dan pengembangan karakter. Ini adalah janji yang ditepati kepada penonton, memberikan penutupan, makna, dan resonansi yang bertahan lama. Sayangnya, tidak semua anime berhasil memenuhi janji ini. Ada kalanya, setelah membangun ketegangan, misteri, dan ekspektasi yang tinggi, sebuah serial terhuyung-huyung di garis finis, meninggalkan penggemar dengan rasa pahit, bingung, atau bahkan dikhianati.
Fenomena "final yang mengecewakan" ini bukanlah hal baru, tetapi selalu menimbulkan perdebatan sengit di komunitas penggemar. Mengapa ini terjadi? Terkadang karena tekanan produksi, keterbatasan anggaran, perbedaan kreatif dengan materi sumber, atau hanya kesalahan penulisan. Apapun alasannya, dampak pada persepsi keseluruhan serial bisa sangat merusak. Mari kita selami beberapa contoh anime yang, meskipun memiliki awal dan pertengahan yang brilian, akhirnya tersandung di akhir.
1. Attack on Titan (Shingeki no Kyojin)
Mungkin tidak ada serial yang lebih memecah belah dan didiskusikan secara intens mengenai finalnya dalam beberapa tahun terakhir selain Attack on Titan. Selama lebih dari satu dekade, anime ini memukau penonton dengan narasi yang kompleks, misteri yang berlapis, aksi yang mendebarkan, dan pengembangan karakter yang mendalam. Dari awal yang brutal hingga pengungkapan dunia di luar tembok, Attack on Titan terus-menerus menantang ekspektasi dan mendefinisikan ulang batas-batas penceritaan shonen.
Namun, ketika manga mencapai kesimpulan dan anime mulai mengadaptasi bab-bab terakhir, muncul gelombang kekecewaan yang signifikan di kalangan penggemar. Isu-isu utama meliputi:
- Motivasi Eren yang Ambigu: Pergeseran karakter Eren Yeager dari protagonis yang didorong oleh balas dendam menjadi tokoh yang lebih ambigu dan fatalistik memuncak dalam pengungkapan yang terasa kurang memuaskan bagi banyak orang. Keputusannya, terutama dalam percakapannya dengan Armin, dianggap merusak kedalaman karakter yang telah dibangun selama ini. Kalimat seperti "Aku tidak tahu mengapa aku melakukan ini, hanya Ymir yang tahu" menjadi meme yang menyakitkan bagi penggemar.
- Penyelesaian Plot yang Terburu-buru: Beberapa plot twist dan resolusi terasa terburu-buru, terutama di anime, yang berusaha memadatkan banyak materi ke dalam durasi yang terbatas. Ini menyebabkan beberapa karakter penting kurang mendapatkan penutupan yang memadai.
- Pesan Akhir yang Kontroversial: Akhir yang tampaknya menyiratkan siklus kekerasan yang tak berkesudahan, bahkan setelah pengorbanan besar, membuat beberapa penggemar merasa bahwa semua perjuangan sia-sia. Adegan pasca-kredit di manga (yang kemudian diadaptasi di anime) yang menunjukkan kehancuran Paradis di masa depan semakin memperkuat perasaan pesimis ini.
Meskipun masih diakui sebagai mahakarya dalam banyak aspek, final Attack on Titan telah meninggalkan noda pada reputasinya, memecah basis penggemar menjadi mereka yang membela visi Isayama dan mereka yang merasa dikhianati olehnya.
2. Death Note
Death Note adalah fenomena global yang mendefinisikan ulang genre thriller psikologis di awal tahun 2000-an. Pertarungan kecerdasan antara Light Yagami, seorang siswa jenius yang menemukan buku catatan kematian, dan detektif eksentrik L, adalah salah satu duel intelektual paling mendebarkan dalam sejarah anime. Premisnya sederhana namun brilian: siapa pun yang namanya ditulis di Death Note akan mati.
Serial ini memuncak dalam klimaks yang luar biasa dengan kematian L, sebuah momen yang mengguncang dan mengubah dinamika cerita secara drastis. Namun, bagi banyak penggemar, kualitas serial menurun tajam setelah L tidak ada lagi.
- Perkenalan Near dan Mello: Meskipun kedua karakter ini dirancang sebagai penerus L, mereka tidak pernah sepenuhnya mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh L. Pertarungan kecerdasan dengan Light terasa kurang intens dan lebih terburu-buru.
- Penurunan Ketegangan: Tanpa kehadiran L yang karismatik dan cerdas, pertarungan antara Light dan para pengejarnya terasa kurang berimbang. Light, yang sebelumnya digambarkan sebagai sosok yang hampir sempurna dalam strateginya, mulai membuat kesalahan yang terasa di luar karakternya.
- Akhir yang Kurang Memuaskan: Kekalahan Light di tangan Near terasa antiklimaks bagi sebagian orang. Setelah begitu banyak manipulasi brilian dan kemenangan tipis, akhir yang terasa lebih didorong oleh kebetulan dan kesalahan kecil Light daripada kecerdikan superior lawan, meninggalkan rasa kurang puas.
Meskipun Death Note tetap menjadi klasik dan sering direkomendasikan, banyak penggemar setuju bahwa paruh kedua serial ini tidak mencapai ketinggian yang sama seperti paruh pertama.
3. Neon Genesis Evangelion (Original TV Ending)
Neon Genesis Evangelion adalah serial yang legendaris, dikenal karena dekonstruksi genre mecha, kedalaman psikologis, dan tema-tema filosofis yang kompleks. Ini adalah kisah tentang trauma, depresi, dan pencarian makna di tengah kiamat. Namun, final serial TV aslinya pada tahun 1996 adalah sumber kebingungan dan kekecewaan yang luas.
- Keterbatasan Anggaran dan Waktu: Dikatakan bahwa studio Gainax menghadapi kendala anggaran dan jadwal yang parah saat memproduksi episode-episode terakhir. Ini memaksa mereka untuk mengambil pendekatan yang sangat abstrak dan minimalis.
- Akhir yang Abstrak dan Filosofis: Dua episode terakhir serial TV tidak memberikan resolusi naratif tradisional. Sebaliknya, mereka menyelam jauh ke dalam alam bawah sadar Shinji Ikari, mengeksplorasi kondisi psikologis karakter dan tema-tema eksistensial melalui serangkaian gambar abstrak, monolog internal, dan dialog non-linear. Banyak pertanyaan plot yang belum terjawab, dan penggemar tidak mendapatkan penutupan yang mereka harapkan.
- Kemarahan Penggemar: Kekecewaan ini begitu meluas dan intens sehingga studio menerima ancaman kematian dan vandalisme. Sebagai respons, film The End of Evangelion dirilis pada tahun 1997, menawarkan akhir yang lebih naratif dan brutal, yang banyak orang anggap sebagai "akhir yang sebenarnya."
Meskipun Evangelion telah diakui sebagai mahakarya dan akhir TV-nya telah ditafsirkan ulang sebagai pernyataan artistik yang berani, pada saat itu, itu adalah salah satu final paling mengecewakan dan membingungkan dalam sejarah anime.
4. Tokyo Ghoul (Adaptasi Anime)
Manga Tokyo Ghoul karya Sui Ishida adalah karya yang diakui secara kritis, dikenal karena eksplorasi tema identitas, kemanusiaan, dan kekerasan melalui lensa dunia ghoul. Anime awalnya menunjukkan potensi besar, tetapi dengan cepat menyimpang dari materi sumbernya dan mulai terurai.
- Pacing yang Terburu-buru: Sejak awal, adaptasi anime mengalami masalah pacing. Musim pertama relatif setia, tetapi musim kedua, Tokyo Ghoul √A, mengambil jalur orisinal yang sepenuhnya menyimpang dari manga.
- Melewatkan Arc Penting: Anime melewatkan seluruh arc cerita yang krusial dari manga, memangkas pengembangan karakter, dan menghilangkan penjelasan penting mengenai dunia dan motivasi karakter.
- Plot Hole dan Inkonsistensi: Karena perubahan dan pemotongan yang drastis, plot anime menjadi penuh dengan lubang dan inkonsistensi. Karakter-karakter yang penting di manga mendapatkan peran yang sangat kecil atau diubah secara drastis, sehingga akhir yang ada terasa hampa dan tidak pantas.
- Akhir yang Tidak Memuaskan: Musim-musim berikutnya, Tokyo Ghoul:re, mencoba kembali mengikuti manga tetapi sudah terlambat. Kerusakan telah terjadi, dan banyak penggemar merasa bahwa cerita inti telah hancur. Finalnya terasa terburu-buru, membingungkan, dan tidak memberikan keadilan pada kedalaman cerita asli.
Tokyo Ghoul adalah contoh klasik bagaimana adaptasi anime yang buruk dapat merusak reputasi sebuah serial yang memiliki materi sumber yang fantastis. Banyak penggemar manga menganggap anime ini sebagai kegagalan besar.
5. The Promised Neverland Season 2
The Promised Neverland musim pertama adalah salah satu kejutan terbesar tahun 2019. Dengan premis yang cerdas, ketegangan yang mencekam, dan karakter yang menawan, ia berhasil menarik perhatian penonton yang luas. Kisah anak-anak cerdas yang berusaha melarikan diri dari panti asuhan yang ternyata adalah peternakan manusia untuk monster, adalah sebuah thriller psikologis yang brilian.
Namun, musim kedua menjadi bencana besar yang menghancurkan semua goodwill yang telah dibangun.
- Melewatkan Arc Cerita Utama: Keputusan paling fatal adalah melewatkan seluruh arc "Goldy Pond" yang sangat penting dari manga. Arc ini tidak hanya mengembangkan karakter utama seperti Emma dan Ray, tetapi juga memperkenalkan karakter-karakter pendukung yang krusial dan menjelaskan lebih banyak tentang dunia di luar panti asuhan.
- Pacing yang Terburu-buru dan Plot Hole: Dengan melewatkan begitu banyak materi, narasi menjadi sangat terburu-buru, melompat-lompat, dan penuh dengan plot hole. Perkembangan karakter terasa tidak wajar, dan resolusi konflik terasa dipaksakan.
- Akhir yang Terlalu Mudah: Finalnya memberikan resolusi yang terlalu mudah dan cepat untuk konflik kompleks yang seharusnya membutuhkan lebih banyak waktu dan perjuangan. Semua ancaman besar diatasi dengan cara yang terasa tidak berdasar dan tidak layak.
The Promised Neverland musim kedua adalah contoh bagaimana keinginan untuk mempercepat cerita atau mengubah materi sumber dapat menghancurkan potensi sebuah serial. Penggemar manga dan penonton anime sama-sama merasa sangat kecewa dan bahkan marah dengan arah yang diambil.
Kesimpulan
Final yang mengecewakan adalah pengingat pahit bahwa perjalanan itu sama pentingnya dengan tujuan. Sebuah cerita dapat memiliki dunia yang luar biasa, karakter yang menarik, dan plot yang inovatif, tetapi jika ia gagal memberikan penutupan yang memuaskan, seluruh pengalaman dapat ternoda.
Serial-serial yang disebutkan di atas, meskipun memiliki awal yang kuat dan momen-momen brilian, gagal dalam memberikan epilog yang layak. Baik itu karena kendala produksi, keputusan kreatif yang buruk, atau adaptasi yang ceroboh, mereka meninggalkan jejak kekecewaan yang mendalam di hati para penggemar. Ini adalah pelajaran berharga bagi para kreator: di dunia penceritaan, sebuah akhir yang kuat bukan hanya sebuah bonus, tetapi sebuah kewajiban. Karena pada akhirnya, kenangan abadi sebuah anime seringkali ditentukan oleh bagaimana ia memilih untuk mengucapkan selamat tinggal.